Budaya Maluku Utara

Budaya Maluku Utara

Pendahuluan: Budaya Maluku Utara

budayaindonesia.net – Budaya Maluku Utara, Maluku merupakan gugusan pulau yang sangat indah dan penuh pesona.​​​ Maluku mempunyai banyak sekali kekayaan alam yang indah, dan budaya-budaya kuno yang masih dipraktekkan hingga saat ini. Kepercayaan, praktik, seni, dan cara hidup masyarakat Maluku membentuk budaya mereka.​​​​

Maluku memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang telah ada sejak lama dan masih dijaga dengan baik oleh masyarakat yang tinggal di sana.​​​ Keluyuran telah berhasil merangkum tujuh budaya dan adat istiadat Maluku dalam artikel ini.​​​​

Budaya Memakai​ dalam Budaya Maluku Utara

Masyarakat Kepulauan Kei secara turun-temurun mengira bahwa budaya Hawear berasal dari masa lalu yang ada.​ Konon ayah seorang gadis memberinya Hawear, yaitu daun kelapa kuning.​​​ Melalui perjalanan panjangnya untuk bertemu Raja, pakaian yang di berikan ayahnya membuatnya aman dari bahaya.​​​

Pakaian anak perempuan dari bapaknya merupakan tanda kepemilikan karena menunjukkan bahwa ada yang memilikinya. ​​​ Jadi, Hawear yang di bawa gadis itu di harapkan dapat melindunginya dari orang-orang yang tidak di kenalnya. Masyarakat yang tinggal di dekat Kepulauan Kei masih mempraktikkan budaya Hawear dengan cara yang menurut mereka harus di pelajari.

Upacara Fangnea Kidabela​

Ritual Fangnea Kidabela berasal dari masyarakat yang tinggal di Kepulauan Tanimbar yang kini di kenal dengan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.​​​ Mempererat “fangnea” silaturahim “itawatan” dan “kidabela” keakraban antar masyarakat sebagai wujud kesatuan itulah yang di maksud dengan upacara Fangnea Kidabela.

Dilihat dari makna dan cara pelaksanaannya, Upacara Fangnea Kidabela dapat mempererat kehidupan berkelompok.​​​ Kebersamaan akan tetap ada dan tetap kokoh apapun yang terjadi.​​

Hal ini di maksudkan agar masyarakat tidak saling berkelahi dan memecah belah yang dapat berujung pada kehancuran dan kesedihan. Masyarakat Maluku Tenggara Barat masih sering mengadakan upacara Fangnea Kidabela untuk meningkatkan keakraban satu sama lain.​​​​

Kebudayaan Arumbae​

Arumbae merupakan simbol kebudayaan maluku.​​ Masyarakat di sana sebagian besar berprofesi sebagai nelayan sehingga gemar berlayar.​ Selain itu, budaya Arumbae juga merupakan representasi masyarakat Maluku yang aktif dan kuat dalam berperang sehingga mampu menyongsong masa depan cerah.​​​​​

Nama “Arumbae” berasal dari perjuangan panjang dan keras yang di lakukan nenek moyang di tengah lautan. Sebagian masyarakat Maluku menganggap Arumbae seperti sebuah kapal beranggotakan lima orang yang kesulitan mendayung dan terkatung-katung di tengah laut.​​ Kata perahu di maluku adalah arumbae.​

Arumbae kini di gunakan dalam berbagai jenis seni dan budaya, seperti lagu daerah, puisi, bangunan, olah raga, dan lainnya. Mereka hidup dalam dunia olah raga dengan sebutan perlombaan dayung yang di kenal dengan nama “Arumbae mangurebe”. Arumbae Manggurebe merupakan olahraga yang di adakan setiap tahun di Teluk Ambon.​ Ini juga merupakan daya tarik wisata.

Budaya Makan Patitas​​

Masyarakat maluku masih sangat menjaga adat istiadatnya dengan memakan patita.​​​​ Makan Patita adalah acara makan besar di mana semua orang makan bersama -sama di atas meja atau daun pisang yang sudah di tata panjang.

Masyarakat sering mengadakan Makan Patita ketika ada acara-acara besar seperti Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, hari jadi suatu kota, pelantikan kepala daerah baru, pesta rakyat, dan lain sebagainya. Makan Patita menyajikan makanan yang sebagian besar berasal dari maluku, seperti kohu-kohu, ubi rebus, gudangan, ikan asin, dan masih banyak lagi.

Makanan-makanan ini akan di sajikan dalam jumlah banyak sehingga setiap orang yang hadir pada acara tersebut bisa mendapatkan jumlah yang sama. Masyarakat biasanya memakan patitas di luar, di ladang, di jalan raya, di sepanjang pantai, dan tempat terbuka lainnya.

Cara Hidup Kalwedo​

Semua kelompok Barbarian dan MDB terhubung secara khusus melalui budaya Kalwedo.​​ Kalawedo bersaudara di hubungkan oleh tradisi rukun dengan orang lain yang di sebut “Niolilieta/Hiolilieta/Siolilieta”. Masyarakat kepulauan Maluku Barat Daya mempunyai kebiasaan berbagi dan membantu satu sama lain atas sumber daya alam, sosial, budaya, dan ekonomi kepulauan tersebut. Ini membantu mereka hidup bersama dengan damai. Ungkapan Kalwedo ” inanara ama yali” yang berarti “saudara perempuan dan laki-laki” di gunakan dalam kehidupan sehari- hari. 

Penutup: Budaya Maluku Utara

Maluku Utara, dengan gugusan pulaunya yang mempesona dan kekayaan budayanya yang unik, merupakan harta karun bagi Indonesia. Tradisi adat yang masih terjaga, tarian tradisional yang penuh semangat, dan keindahan alam yang memukau, menjadikan Maluku Utara destinasi wisata yang tak terlupakan.

Namun, di tengah gempuran modernisasi, budaya Maluku Utara menghadapi berbagai tantangan. Globalisasi, perubahan gaya hidup, dan kurangnya kesadaran generasi muda akan pentingnya pelestarian budaya, menjadi ancaman bagi kelangsungan warisan budaya leluhur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *