Pendahuluan: Tradisi Pacu Jalur
BudayaIndonesia.net Salah satu acara adat yang cukup terkenal di Indonesia adalah Tradisi Pacu Jalur. Seringkali Pacu Lane mengacu pada perahu dayung, sampan, atau sampan asli Minangkabau. Ceritanya Tumbuhan ini dapat di temukan di wilayah Sumatera bagian tengah dan barat, lebih spesifik lagi di Kuansing yang merupakan kependekan dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Belakangan ini Pacu Lintas ramai mendapat perhatian di media sosial usai Festival Culture Pace the Path 2023 yang menyedot banyak penonton. Masyarakat sekitar menantikan acara ini setiap tahun karena merupakan pesta rakyat.
Sejarah Gaya Pacu Lane
Adat Pacu Lane sudah ada sejak tahun 1600an. Saat itu , perahu menjadi transportasi utama masyarakat Rantau Kuantan yang berada di dekat Sungai Kuantan. Dari hulu Kecamatan Hulu Kuantan hingga Kecamatan Cerentidi di hilir sungai ini terus mengalir.
Berdasarkan website Kabupaten Kuantan Singingi, transportasi darat saat itu belum berkembang dengan baik. Kondisi ini membuat perahu menjadi transportasi utama masyarakat di kedua desa tersebut. Buah-buahan dan sayuran, seperti pisang dan tebu, di pindahkan dengan perahu. Perahu sebesar itu bisa menampung antara 40 hingga 60 orang saat itu. Tidak hanya di gunakan untuk transportasi, tetapi juga digunakan untuk memamerkan status sosial.
Perahu dengan desain cantik, seperti kepala ular, buaya, atau harimau, mulai bermunculan seiring berjalannya waktu. Penambahan payung, tali, selendang, tiang tengah, merinding, ombak, atau tempat berdiri pengemudi membuat bermunculan hal-hal baru. Sekitar seratus tahun kemudian, orang-orang melihat hal menarik lainnya tentang perahu dan mulai mengadakan kompetisi kecepatan di antara perahu tersebut.
Pengertian Pacu Jalan
Pacu Jalan adalah nama lain dari permainan ini yang masih di gunakan sampai sekarang. Adat ini menunjukkan bagaimana masyarakat dapat bekerja sama karena perahu-perahu tersebut di gerakkan secara bersama-sama.
Bagaimana tradisi Pacu Lane berkembang
Sejak awal, Pacu Lane di adakan di kota-kota sepanjang Sungai Kuantan untuk merayakan hari besar Islam. Pada masa Belanda menguasai Filipina, Pacu Lane di adakan untuk menghidupkan pesta dan pesta adat. Serta untuk menghormati Wilhelmina, Ratu Belanda, yang berulang tahun pada tanggal 31 Agustus.
Saat ini, Pacu Lane juga di adakan pada bulan Agustus untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kegembiraan Pacu Lane yang menggila menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar. Akan ada lebih dari 100 perahu yang mengikuti perlombaan saat itu terjadi. Acara ini juga sudah menjadi rencana rutin. Pemerintah Provinsi Riau untuk mendatangkan masyarakat dari seluruh dunia untuk berkunjung ke Riau, khususnya Kabupaten Kuantan Singingi.
Meriam yang di ledakkan sebagai pembuka perlombaan, sorak- sorai penonton, dan pakaian berwarna cerah semuanya menjadi bagian dari Kuantan Singingi. Tarian tradisional khas Riau yang patut Anda nantikan dan nikmati.
Apa itu Jalur Pacu ?
Track race merupakan salah satu cabang olahraga dayung kuno yang berasal dari Kuantan Singingi , Provinsi Riau. “Pacu” artinya lomba, dan “Jalur ” adalah nama perahu panjang yang digunakan. Panjang jalurnya 25 hingga 27 meter dan lebar 1 hingga 1,25 meter. Terbuat dari kayu gula Kure, Kunyuan, Banio, Tonam, dan Meranti.
Sejarah Jalur Pacu
Masyarakat suku Kuansing telah mewariskan praktik Pacu Lane selama lebih dari 100 tahun. Pada tahun 1600-an, jalur tersebut hanya digunakan oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai Kuantan untuk menuju tempat lain.
Jalur yang digunakan orang untuk bepergian semakin berubah seiring berjalannya waktu. Dalam kedua kasus tersebut, muncul jalan setapak dengan ukiran yang indah dan unik. Selendang, tiang tengah yang disebut gulang-gulang, dan lambai melambai (tempat khusus juru mudi berdiri).
Perubahan inilah yang “melahirkan” Festival Lane Pacu yang kini menjadi ajang balap cepat antar lajur. Awalnya, Pacu Lane diadakan untuk merayakan hari besar Islam di Riau, seperti Idul Fitri. Dulu, ketika Belanda menguasai kawasan tersebut, Pacu Lane di gunakan untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina setiap tanggal 31 Agustus.
Biasanya lebih dari 50 orang hadir dalam pertandingan ini . Setiap orang yang tergabung dalam Pacu Jalan mempunyai tugas masing-masing. Di depan terdapat penari yang berperan sebagai pemberi semangat. Setelah itu, ada pace boy yang merupakan pendayung jalur, dan tukang ember yang tugasnya menarik air ke jalur. Jalur ini sudah di kenal masyarakat sejak abad ke-17. Jauh sebelum transportasi darat menjadi umum dan mereka menggunakannya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Arti dari tarian Pacu Lane Festival
Arti adat ini dan cara turun-temurunnya sebenarnya sangat dalam. Hal ini berlaku dalam segala hal mulai dari membuat perahu hingga memahami arti setiap gerakan penari selama berada di Pacu Lane. Selain itu, jalan tersebut tidak di buat secara kebetulan. Seluruh masyarakat harus melakukan upacara sebelum dapat mengambil kayu berukuran besar. Saat mengambil kayu berukuran besar dari hutan, tujuannya adalah untuk bersikap hormat dan meminta izin terlebih dahulu.
Setiap orang di perahu mempunyai pekerjaannya masing-masing, dan satu jalur dapat memuat 50 hingga 60 orang (anak balap). Tukang Concang bertugas atau mengirimkan tanda. Tukang Pinggang bertugas menyetir. Pengrajin Onjai membuat irama dengan menggoyangkan badannya. Dan yang terakhir adalah Sang Pencipta Tari atau Anak Coki yang bertugas menari.
Menariknya, anak-anak hampir selalu berperan sebagai Penari. Alasannya adalah agar berat badan anak tidak terlalu banyak. Perahu masih bisa bergerak dengan mudah dengan cara itu. Jurus-jurus Anak Coki memang unik dan mempunyai arti tersendiri. Saat anak Coki mengendarai perahu yang lebih bagus, dia menari di depan jalan kecil. Anak Coki akan segera sujud syukur di ujung perahu ketika sampai di garis finis.
Pacu Lane Festival merupakan salah satu festival yang di nanti-nantikan oleh banyak orang, sehingga tidak mengherankan karena begitu spesialnya. Sobat sudah pernah melihat Pacu Lane Festival belum?
Penutup: Tradisi Pacu Jalur
Pacu Jalur lebih dari sekadar perlombaan perahu naga. Ini adalah tradisi yang sarat makna, simbol persatuan, dan semangat pantang menyerah masyarakat Kuantan Singingi. Tradisi ini tidak hanya melestarikan budaya leluhur, tetapi juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan dan memperkuat identitas komunitas.