Suku Tidore

Suku Tidore

Pendahuluan: Suku Tidore

Budaya Indonesia – Temukan keunikan Suku Tidore, masyarakat Maluku Utara yang kaya budaya, sejarah, dan tradisi Islam yang masih lestari hingga kini. Salah satu kota di provinsi Maluku Utara adalah Kota Tidore Kepulauan. Dengan luas 1.550,37 kilometer persegi, kota ini adalah yang terbesar ketiga di Indonesia, setelah Kota Palangka Raya dan Kota Dumai. Wali Kota Kapten Ali Ibrahim dan Wakil Wali Kota Muhammad Senin (2016–2021) menjalankan pemerintahan Kota Tidore.

Luas daratan Tidore terdiri dari 11 pulau, yaitu Pulau Tidore, Mare, Maitara, Failonga, Sibu, Woda, Raja, Guratu, Tameng, Joji, dan Taba. Hanya empat dari sebelas pulau yang berpenghuni: Pulau Halmahera, Pulau Mare, Pulau Tidore, dan beberapa bagian Pulau Maitara.

Sisi utara Kota Kepulauan Tidore adalah Kabupaten Halmahera Barat. Selatan adalah Kabupaten Halmahera Selatan. Timur adalah Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Tengah. Barat adalah Kota Ternate.

Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi delapan kecamatan administratif. Ini adalah Kecamatan Tidore Selatan, Kecamatan Tidore, Kecamatan Oba, Kecamatan Oba Utara, Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Tidore Timur, Kecamatan Oba Selatan, dan Kecamatan Oba Tengah. Itu bukan satu-satunya hal menarik tentang Tidore, lho. Berikut adalah enam fakta menarik tentang Tidore yang berasal dari berbagai sumber.

Rempah dan Eropa

Sejak era kolonial, kota ini dikenal karena rempah-rempahnya, terutama cengkeh dan pala. Ini menjadikan Tidore sebagai tempat yang diperebutkan oleh orang Eropa. Seseorang dari Spanyol yang berada di atas kapal datang ke Tidore untuk pertama kalinya pada tahun 1512.

Setelah Kerajaan Ternate berdamai dengan Portugis, Kerajaan Tidore senang kedatangan Spanyol. Karena hal ini, Spanyol dan Portugis, yang bersaing untuk kekuasaan, memanfaatkan situasi ini untuk memecah belah Kerajaan Tidore dan Kerajaan Ternate.

Tetapi kedua negara akhirnya menyadari betapa kuatnya mereka dan mampu mengusir Portugis dan Spanyol yang ingin menguasai semua perdagangan. Belanda kemudian datang pada tahun 1605 dan memiliki cengkeraman yang bahkan lebih buruk daripada Spanyol dan Portugis.

Asal Nama Tidore

Tidore dulunya disebut Kie Duko, yang berarti “sebuah pulau dengan gunung berapi.” Tidore memiliki gunung berapi, itulah sebabnya pulau ini diberi nama demikian. Ini adalah gunung berapi terbesar di kepulauan Maluku, dan dinamakan Gunung Marijang. Saat ini, Gunung Marijang tidak beroperasi.

Dua set kata dari Tidore dan aksen Arab Irak digabungkan untuk membuat nama Tidore. To ado re berarti “Saya sudah tiba,” dan anta thadore berarti “kamu datang” dalam bahasa Arab Irak. Menggabungkan dua kelompok kata ini adalah cara untuk menghormati Sheikh Yakub, seorang duta besar dari kerajaan Abbasiyah di Irak yang membantu mengakhiri pertikaian antara dua suku di daerah tersebut.

Kesultanan Tidore

Kesultanan Tidore adalah sebuah negara Islam di Maluku Utara yang berpusat di wilayah Kota Tidore. Orang-orang sering menghubungkan sejarah Kerajaan Tidore dengan saudara kembarnya, Kesultanan Ternate.

Dari tahun 1600-an hingga 1800-an, Kesultanan Tidore sangat berkuasa. Mereka menguasai area yang luas selama waktu ini, termasuk sebagian besar pulau di Halmahera Selatan, serta Pulau Buru, Pulau Seram, dan pulau-pulau di sekitar Papua Barat.

Kesultanan Tidore berada pada puncak kekuatannya selama masa pemerintahan Sultan Nuku. (1780–1805 AD). Dia berhasil membuat Ternate dan Tidore bekerja sama untuk melawan Belanda, yang mendapat bantuan dari Inggris. Belanda kalah dan terusir dari Tidore dan Ternate.

Sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945, Kesultanan Tidore memiliki sejarah yang cukup panjang dan melalui berbagai tahap dalam sejarah wilayah Nusantara. Kesultanan Tidore kemudian menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. (NKRI).

Kesultanan Tidore hidup kembali pada tahun 1999, setelah Reformasi 1998 yang menggulingkan pemerintahan Orde Baru, untuk melindungi warisan budaya dan sejarah. Masih ada hingga hari ini. Orang itu adalah H. Husain Alting Syah, juga dikenal sebagai Husain Syah. Dia adalah Sultan Tidore yang ke-37. Selain itu, dia adalah anggota DPD RI dari Provinsi Maluku Utara.

Kesultanan Tidore menguasai wilayah tersebut sejak 12 April 1108, sehingga terkait dengan tanggal Tidore. Dengan kata lain, Tidore baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-913.

Suku Tidore

Salah satu kelompok di Provinsi Maluku Utara adalah suku Tidore. Suku Tidore berasal dari latar belakang Melanesia. Masyarakat Tidore mengikuti agama Islam, itulah sebabnya ada banyak masjid dan surau di sana. Ini menunjukkan bahwa budaya Islam Tidore berkembang sangat cepat.

Sebuah rumah tua bernama Fola Sowohi juga ada di sana. Fola Sowohi terdiri dari kata-kata Fola dan Sowohi. Fola berarti “rumah” dalam bahasa Tidore, dan Sowohi berarti “tuan rumah.” Rumbia yang digunakan untuk membangun atap rumah tradisional ini menunjukkan betapa kayanya budaya suku Tidore.

Kesimpulan: Suku Tidore

Kota Tidore Kepulauan memancarkan pesona yang kaya akan sejarah, budaya, dan keindahan alam. Pertama, kota ini tidak hanya terkenal karena rempah-rempahnya yang terkenal sejak era kolonial, tetapi juga memiliki warisan yang mendalam melalui Kesultanan Tidore yang bersejarah. Selain itu, asal nama Tidore mencerminkan perjalanan budaya yang kaya, menghubungkan masa lalu dengan identitas masyarakatnya saat ini. Lebih jauh lagi, suku Tidore yang memiliki latar belakang Melanesia dan agama Islam memberikan warna tersendiri dalam keragaman budaya Indonesia. Dengan semua daya tarik ini, Tidore menjadi destinasi menarik bagi siapa pun yang ingin menjelajahi keindahan serta kekayaan warisan budaya Maluku Utara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *