Pendahuluan: Sistem Adat pada Suku Minangkabau
Budaya Indonesia – Sejak zaman Pariangan, suku Minangkabau telah menganut tiga sistem adat, yakni Kelarasan Koto Piliang, Kelarasan Bodi Caniago, dan Kelarasan Panjang.
Sistem-sistem ini mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk pewarisan Sako (kepemimpinan adat) dan Pusaka (Ulayat Adat).
Dalam kelompok Minang, Sako dan Pusaka diwariskan melalui garis matrilineal. Ini berasal dari dekrit adat kedua, yang menyatakan bahwa perempuan dalam garis maternal menerima tanah adat. Satu suku atau klan terdiri dari kerabat perempuan dari orang-orang yang telah memiliki tanah selama waktu yang lama. “Harta warisan tinggi” adalah tanah bersama Suku yang mereka diizinkan untuk digunakan.
Anda tidak bisa memberi atau menjual kekayaan yang tinggi; Anda hanya bisa menggunakannya. Orang-orang di komunitas dapat menggunakan properti ini sebagai “jaring pengaman sosial” karena milik suku atau klan selamanya. Sementara itu, properti yang dimiliki oleh orang atau keluarga disebut “properti warisan rendah” dan diwariskan sesuai dengan hukum Islam. Sebagai cara untuk menjaga budaya dan identitas mereka tetap hidup, sistem matrilineal dan tradisi keluarga suku Minangkabau sangat penting.
Selain itu, metode ini memastikan bahwa perempuan sangat penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Berikut Sistem Adat pada Suku Minangkabau:
1. Sistem Kelarasan Koto Piliang
Sistem Kelarasan Koto Piliang adalah ide lama yang Datuk Ketumanggungan mulai. Ada beberapa hal tentang sistem ini yang membuatnya berbeda dari sistem tradisional Minangkabau lainnya.
Kepemimpinan
Sistem Koto Piliang berdasar pada gagasan autokrasi, yang berarti bahwa kekuasaan yang keturunan langsung seseorang dari ibunya pegang.
Biasanya mamak (paman) memberikan sako kepada kamanakan. (the child of the person who owns the heirloom). Pusaka, yang berarti “harta pusaka tradisional,” diwariskan dari ibu ke anak perempuan.
WilayahÂ
Banyak orang Minang yang tinggal di dan sekitar Tanah Datar mengikuti sistem adat Koto Piliang.
Ciri Khas Rumah Gadang
Rumah tradisional Koto Piliang unik karena memiliki lantai dengan lebih dari satu tingkat.
2. Sistem Kelarasan Bodi Caniago
Sistem kelarasan Tubuh Caniago adalah ide lama yang Datuk Perpatih Nan Sebatang mulai. Ini sistem yang berbeda dari sistem adat Koto Piliang, yang menggunakan pemungutan suara untuk memilih pemimpinnya.
Prinsip Demokrasi
Sako (kepemimpinan tradisional) dan Pusaka (harta pusaka tradisional) masih diturunkan melalui garis maternal, tetapi ada lebih dari satu keturunan yang bisa menjadi kepala.
Sebagai ninik mamak (paman) untuk penurunan Sako dan sebagai klan Bundokandung (keluarga ibu) untuk penurunan Pusaka, seseorang dengan keterampilan kepemimpinan yang baik terpilih lebih dahulu sebagai pemimpin tradisional.
WilayahÂ
Masyarakat Minang di daerah Lima Puluh Kota banyak menggunakan metode tradisional Bodi Caniago.
Ciri Khas Rumah Gadang
Lantai datar adalah salah satu hal yang membuat rumah tradisional Bodi Caniago menonjol.
3. Sistem Kelarasan Panjang
Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego memulai Sistem Kelarasan Panjang. Dia adalah adik dari dua orang lainnya yang memulai sistem tradisional. Satu hal unik tentang metode ini adalah bahwa metode ini tidak mengizinkan orang-orang dari nagari yang sama (desa tradisional) untuk menikah.
Pantang Nikah Senagari
Orang-orang dari nagari yang sama (desa tradisional) tidak diizinkan untuk menikah di bawah Sistem Kelarasan Panjang.
Wilayah
Banyak orang dari suku Minang di daerah Luhak Agam dan sekitarnya menggunakan seperangkat adat ini.
Kesimpulan: Sistem Adat pada Suku Minangkabau
Suku Minangkabau mengadopsi tiga sistem adat—Kelarasan Koto Piliang, Kelarasan Bodi Caniago, dan Kelarasan Panjang—yang mengatur kehidupan masyarakat dan warisan mereka. Melalui garis matrilineal, perempuan memainkan peran penting dalam pewarisan Sako dan Pusaka, yang mendukung stabilitas sosial dan ekonomi komunitas. Sistem Koto Piliang mengutamakan kepemimpinan autokratis, sementara Bodi Caniago menerapkan prinsip demokrasi dalam pemilihan pemimpin. Selain itu, Kelarasan Panjang melarang pernikahan dalam satu nagari, menambah kekhasan tradisi ini. Secara keseluruhan, sistem adat suku Minangkabau tidak hanya mempertahankan budaya dan identitas mereka, tetapi juga memberikan kekuatan dan peran strategis kepada perempuan dalam masyarakat.